Pokir Dianggap "Jalan Sendiri", Ini Tanggapan Ketua DPRD Lombok Timur
Terjemahan

Anews. Polemik antara eksekutif dan legislatif terkait arah dan pelaksanaan program pokok-pokok pikiran (Pokir) Dewan kembali mencuat. Ketua DPRD Kabupaten Lombok Timur, M. Yusri, angkat bicara menyusul anggapan bahwa Pokir berjalan tanpa sinkronisasi dengan program prioritas daerah.

‎Dalam keterangannya, Yusri menegaskan bahwa tudingan tersebut keliru dan terlalu menyederhanakan fungsi strategis Pokir sebagai bagian dari arah pembangunan daerah.

“Sebenarnya Pokir Dewan itu sudah menyasar. Karena Pokir ini berasal dari dana DAU yang diarahkan. Kesehatan, ketahanan pangan, pendidikan dan lain lainnya itu semua sudah masuk,” ujar Yusri saat ditemui usai rapat paripurna, Senin (22/7).

‎Menurutnya, hampir separuh dari Pokir yang diusulkan legislatif justru sejalan dengan indikator pembangunan yang telah ditetapkan pemerintah daerah. Bahkan, ia menyebut perbedaan tafsir terhadap indikator pembangunan menjadi penyebab utama munculnya kesan bahwa Pokir “berjalan sendiri”.

“Program-program kita ini sesuai visi dan misi Bupati yang tertuang dalam RPJMD, dan tidak pernah keluar dari itu. Jadi perlu ada klarifikasi dan review terhadap indikator-indikator ini,” tegasnya.

Baca Juga :  Pastikan Masyarakat Gunakan Masker Camat Lab.Haji Razia Pasar

‎Dari Data Lapangan, Bukan Sekadar Aspirasi

Yusri juga menepis anggapan bahwa Pokir hanya sekadar aspirasi politis tanpa dasar data. Ia menyebutkan bahwa seluruh usulan berbasis kebutuhan nyata di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing anggota dewan.

‎Sebagai contoh, di beberapa dapil masih kekurangan ruang kelas baru (RKB), sehingga dewan mengusulkan pembangunan RKB. Begitu juga dengan kebutuhan alat kesehatan di puskesmas pembantu (Pustu), hingga pembangunan infrastruktur ketahanan pangan seperti irigasi dan jalan usaha tani.

“Namanya DAU diarahkan, ya harus terarah. Kita bangun berdasarkan data. Dan implementasinya dititipkan pada OPD terkait,” jelasnya.

‎Kritik Terselubung untuk Eksekutif ?

‎Pernyataan Yusri ini tak hanya sebatas klarifikasi, tapi juga menyimpan pesan kritis: bahwa eksekutif perlu membuka ruang dialog yang lebih jernih, bukan justru mempersoalkan usulan yang sebenarnya merupakan bagian dari satu kesatuan visi daerah.

‎“Kalau indikator saja dimaknai berbeda, tentu persepsinya juga akan berbeda. Dan itu yang perlu ditinjau ulang,” tandasnya.

‎Masih Terjadi Jarak Politik

‎Isu ini memperlihatkan bahwa jarak antara eksekutif dan legislatif belum sepenuhnya menyempit, meskipun sama-sama mengklaim mengacu pada RPJMD. Kegamangan dalam memaknai indikator, serta minimnya koordinasi teknokratis dalam tahap perencanaan dan penganggaran, masih menjadi pekerjaan rumah.

‎Kritik ini menjadi sinyal penting bahwa komunikasi lintas kelembagaan harus ditingkatkan. Jika tidak, risiko tumpang tindih program dan pelambatan pembangunan di daerah akan semakin nyata.

Baca Juga :  Sumatera Selatan Belajar Pengelolaan Air Partisipatif Lotim

 

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
terbaru
terlama terbanyak disukai
Inline Feedbacks
View all comments