AMSI NTB:Kritisi Kebijakan Sentralisasi Informasi Pemprov NTB
Terjemahan

AmpenanNews Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB kritisi kebijakan sentralisasi informasi yang mulai diterapkan dan disampaikan Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat, Dr. Hj. Indah Dhamayanti Putri (IDP).24/02.

Wagub sebelumnya telah memberikan arahan terhadap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk tidak memberikan informasi selain melalui Kominfotik NTB dengan dalih agar media tidak mondar-mandir ke dinas.

Dalam hal ini, AMSI NTB menilai kebijakan tersebut menjadi penghambat kerja jurnalistik. Kebijakan tersebut dapat berpotensi menjadikan Pemprov NTB sebagai pengendali berita.

“Jika semua informasi satu pintu, ada risiko Pemda dapat mengontrol atau menunda penyampaian informasi kepada jurnalis,” kata Ketua AMSI NTB, Hans Bahanan, Senin, 24 Februari 2025.

Baca Juga :  Pemberlakuan UU PDP, Perusahaan Media Wajib Pahami Ini

Sesangkan padal dalam Pasal 4 ayat (2) UU Pers menyatakan pers tidak boleh dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.

” Ini bisa bertentangan dengan prinsip kebebasan pers yang dijamin UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujarnya.

Untuk itu, AMSI NTB menegaskan kebijakan sentralisasi informasi tersebut menjadikan Pemprov sebagai pengendali informasi. Terutama jika sistem birokrasi panjang atau sikap tertutup pejabat dapat menjadi penghambat kerja jurnalis.

Dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menegaskan badan publik wajib menyediakan informasi secara cepat dan tepat waktu.

Ketua AMSI NTB Hans mengatakan langkah sentralisasi informasi tersebut juga membatasi wartawan dalam menggali berita dari berbagai sumber yang berbeda.

Baca Juga :  Pelatihan Cek Fakta AMSI di Bali Perangi Hoaks Jelang Pemilu 2024

” Padahal prinsip kebebasan pers itu menggali berita dari berbagai sumber yang berbeda, sehingga berita memiliki warna dan keberimbangan tetap terjaga,” katanya.

Ia menambahkan bahwa ini menjadi masalah yang serius yang menjadi penghambat kerja jurnalistik. Sebagai contoh, jika terdapat berita atau peristiwa yang mendesak untuk segera diberitakan, misalnya informasi banjir bandang. Dengan kebijakan sentralisasi informasi tentu akan membuat jurnalis tidak tepat waktu memperoleh informasi.

” Analoginya misalnya ketika ada peristiwa banjir, kita butuh wawancara jumlah korban karena mendesak. Kominfotik diwawancarai harus menunggu info BPBD. Sementara di medsos telah berseliweran informasi banjir,” ujarnya.

Kebijakan tersebut juga berpotensi membuat pejabat akan memilah-milah terlebih dahulu mana informasi yang diberikan untuk media. Sehingga potensi Pemprov menjadi pengendali informasi sangat terbuka sekali. Untuk itu AMSI NTB meminta Pemprov NTB membatalkan kebijakan tersebut.

Baca Juga :  Anggota FWMO Lotim Gelar Buka Puasa Bersama

 

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
terbaru
terlama terbanyak disukai
Inline Feedbacks
View all comments