Anews. Komisi III dan IV DPRD Kabupaten Lombok Timur menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Polres Lombok Timur (Lotim) yang tengah mengusut dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait pengelolaan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) di wilayah Lombok Timur.
Ketua Komisi IV DPRD Lotim, H. Lalu Hasan Rahman, menilai langkah penyelidikan yang dilakukan oleh Polres Lotim merupakan bentuk upaya awal yang penting dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas tata kelola Pajak Penerangan Jalan Umum (PJU).
“Upaya Polres Lotim hari ini menurut saya sangat bagus. Ini adalah langkah awal agar ke depan kita tahu secara jelas berapa jumlah yang harus dibayar dan berapa yang menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ujarnya kepada media saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin 26 Mei 2025.
Hasan menyoroti dugaan ketidaksesuaian antara pembayaran PPJ oleh masyarakat dan kondisi lapangan, di mana banyak lampu jalan dilaporkan tidak berfungsi meskipun pembayaran terus dilakukan melalui PLN.
“Kita membayar terus ke PLN, tapi PJU banyak yang tidak berfungsi atau menyala. Ini menjadi pertanyaan besar karena kita tidak tahu dari mana asal pendapatan dan bagaimana pengelolaannya,” tegasnya.
DPRD, kata dia, telah memanggil pihak PLN untuk meminta kejelasan. Namun dalam pertemuan tersebut, pihak PLN justru menyarankan agar pemerintah daerah membeli meteran sendiri untuk mengetahui secara pasti jumlah pemakaian listrik oleh PJU.
“PLN menyarankan agar daerah membeli kilometer sendiri untuk mengetahui berapa jumlah PJU yang aktif dan tidak aktif di seluruh Kabupaten Lombok Timur,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Lotim, Amrul Jihadi, mengungkapkan bahwa dari sektor PPJ ini, daerah mendapatkan pemasukan atau sekitar Rp35 miliar per tahun. Namun di sisi lain, pembayaran kepada PLN mencapai Rp18 miliar per tahun, angka yang menurutnya sangat besar dan patut dipertanyakan.
“Kami Komisi III pernah menanyakan kepada PLN dasar pembayaran Rp18 miliar per tahun itu apa, sementara sebagian besar PJU kita tidak memiliki meter. Jumlah lampu yang menyala pun tidak jelas titiknya di mana, tapi tagihannya rutin mencapai lebih dari Rp1 miliar per bulan,” ungkap Amrul.
Ia juga mempertanyakan apakah perhitungan tersebut pernah dikroscek antara PLN dan Dinas Perhubungan. Jika tidak, menurutnya, ada kemungkinan dugaan kesalahan dalam penggunaan uang negara atau pajak masyarakat.
“PLN itu BUMN. Mereka menjual daya dengan acuan nilai dan volume, bukan perkiraan. Maka kami di DPRD ingin tahu apakah pembayaran itu sesuai atau tidak, apakah merugikan daerah atau tidak,” ujarnya.
Menurut laporan yang diterima Komisi III dalam beberapa kali rapat kerja, sebagian besar bola lampu PJU tidak menyala dan penggantiannya pun tidak dilakukan secara rutin. Kondisi ini dinilai sangat merugikan daerah jika pembayaran yang dilakukan tidak mencerminkan realita di lapangan.
“Kalau memang lampu yang menyala jauh lebih sedikit daripada yang dibayar, berarti kita di Lombok Timur dirugikan. Karena itu, kami sangat mendukung proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polres Lotim. Ini penting untuk mengetahui apakah ada dugaan pelanggaran dalam pengelolaan PPJ,” tutup Amrul.
DPRD berharap penyelidikan ini bisa menjadi awal perbaikan sistem dan menciptakan tata kelola PPJ yang lebih transparan, efisien, dan menguntungkan masyarakat.