Perguruan tinggi memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional serta kesejahteraan masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan tinggi, perguruan tinggi tidak hanya bertanggung
jawab dalam mencetak generasi berkualitas, tetapi juga berperan
penting dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di berbagai
sektor.
Melalui aktivitas pendidikan, perguruan tinggi berkontribusi dalam
meningkatkan daya saing negara di tingkat global. Sementara itu, melalui
penelitian, perguruan tinggi mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat diimplementasikan untuk kepentingan masyarakat.
Dengan demikian, perguruan tinggi yang maju mampu
memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, perguruan tinggi juga memiliki peran yang signifikan
sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Banyak perguruan tinggi yang melaksanakan program-program pengabdian masyarakat yang
memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar, baik dalam bidang
pendidikan, lingkungan, kesehatan, maupun ekonomi.
Hubungan simbiosis antara perguruan tinggi dan masyarakat sangatlah penting, karena perguruan tinggi tidak hanya berdampak pada mahasiswa dan tenaga pendidiknya, tetapi juga pada perkembangan masyarakat secara luas.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan peran perguruan tinggi tersebut, dibutuhkan pemimpin perguruan tinggi yang memiliki visi
strategis, kepekaan terhadap perubahan sosial dan teknologi, serta
komitmen dalam pengembangan kualitas pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
Sebagai pemimpin perguruan tinggi, rektor memiliki peranan
yang sangat penting dalam mengarahkan visi dan misi institusi
pendidikan tersebut. Selain itu, rektor juga bertanggung jawab atas
pengelolaan yang efisien dan efektif di berbagai aspek, termasuk
akademik, administrasi, serta keuangan. Keputusan-keputusan yang diambil oleh rektor akan menentukan arah pengembangan perguruan tinggi dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, pemimpin perguruan tinggi hendaknya memiliki wawasan yang luas, pengalaman yang mumpuni, serta kemampuan kepemimpinan yang baik untuk dapat menghadapi tantangan global di bidang pendidikan. Selain itu, rektor memiliki tanggung jawab sebagai penghubung antara perguruan tinggi, masyarakat, dan dunia industri. Dalam konteks ini, rektor diharapkan mampu membangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menciptakan sinergi yang berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Posisi strategis ini menuntut pemimpin perguruan tinggi memiliki visi jangka panjang yang mampu menanggapi dinamika pendidikan tinggi yang terus berkembang, termasuk dalam menghadapi tantangan globalisasi, kemajuan teknologi, dan kebutuhan masyarakat. Untuk itu, diperlukan kebijakan yang memadai dalam proses seleksi calon
pemimpin perguruan tinggi.
Persyaratan calon rektor perguruan tinggi diatur dalam Permen
Ristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri kemudian diubah
dengan Permen Ristekdikti Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Riset,Teknologi,Dan Pendidikan Tinggi Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri. Hal tersebut dimuat dalam Pasal 4 huruf a sampai dengan huruf n Permen Ristekdikti Nomor 19 Tahun 2017.
Adapun salah satu persyaratan yang perlu diperhatikan tentang usia
calon rektor perguruan ditinggi yang diatur dalam Pasal 4 huruf c Permen
Ristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa “Persyaratan
calon Pemimpin PTN berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada
saat berakhirnya masa jabatan Pemimpin PTN yang sedang menjabat”.
Bahwa muncul pengaturan mengenai pembatasan usia tersebut
memiliki alasan tersendiri, namun sebelum itu perlu untuk dipahami
maksud dari Pasal 4 huruf c dalam Permen Ristekdikti No. 19 Tahun 2017
tersebut. Adapun maksud dari Pasal 4 huruf c dalam Permen Ristekdikti
No. 19 Tahun 2017 yaitu bahwa batas usia maksimal bagi seseorang
untuk dapat mencalonkan diri menjadi pemimpin PTN adalah 60 tahun,
dihitung pada akhir masa jabatan pemimpin yang sedang menjabat.
Selain itu, maksud dari ketentuan tersebut juga bahwa calon
pemimpin PTN yang usianya lebih dari 60 tahun pada saat masa jabatan pemimpin yang sedang menjabat berakhir tidak memenuhi syarat untuk
dicalonkan. Selain itu, tujuan dari ketentuan tersebut adalah untuk
menyatakan bahwa calon pemimpin Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang
berusia lebih dari 60 tahun pada saat berakhirnya masa jabatan pemimpin yang sedang menjabat, tidak memenuhi syarat untuk
dicalonkan.
Artinya, ketentuan batas usia maksimal 60 tahun tersebut
memiliki makna bahwa usia lebih dari 60 tahun atau bahkan 60 tahun
lebih sehari sekalipun tetap tidak bisa dicalonkan sebagai rektor
perguruan tinggi karena ketentuan maksimal usia 60 tahun tersebut.
Dengan kata lain, calon pemimpin yang berusia lebih dari 60 tahun pada
waktu tersebut tidak diperkenankan untuk berpartisipasi dalam proses
pemilihan pemimpin PTN yang baru, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam peraturan ini.
Oleh karena itu, calon pemimpin PTN yang berusia lebih dari 60
tahun pada saat masa jabatan pemimpin yang sedang menjabat
berakhir, tidak memenuhi syarat untuk mendaftar sebagai calon
pemimpin PTN.
Ketentuan ini juga berlaku bagi pemimpin PTN yang saat ini menjabat tetapi usianya melebihi 60 tahun pada akhir masa jabatan
mereka.
Dalam hal ini, pemimpin tersebut tidak diperbolehkan untuk
dicalonkan kembali untuk masa jabatan yang berikutnya, karena telah
melampaui batas usia yang ditentukan oleh peraturan tersebut.
Kemudian pengaturan pembatasan usia calon rektor universitas
tersebut memiliki beberapa. Pertama, salah satu alasan diberlakukannya
batasan usia 60 tahun bagi calon rektor adalah untuk menjamin bahwa
pemimpin perguruan tinggi memiliki kapasitas fisik dan mental yang
memadai untuk mengelola institusi pendidikan dalam jangka waktu yang
cukup lama.
Tanggung jawab seorang rektor tergolong berat, mengingat
bahwa perguruan tinggi merupakan institusi yang kompleks dengan
berbagai aspek yang perlu diperhatikan, mulai dari pengelolaan
akademik, administrasi, keuangan, hingga pengembangan kerja sama
internasional.
Pembatasan usia ini diharapkan dapat menjamin bahwa
calon rektor masih memiliki energi yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas-tugas tersebut.
Kedua, pembatasan usia juga bertujuan untuk memberikan
ruang bagi regenerasi kepemimpinan. Perguruan tinggi perlu dipimpin
oleh individu yang memiliki kemampuan untuk merespons tantangan zaman, seperti perkembangan teknologi, perubahan kebutuhan industri, dan dinamika sosial. Pemimpin yang lebih muda mungkin lebih memahami kebutuhan generasi mahasiswa saat ini, serta memiliki kemampuan yang lebih baik dalam beradaptasi dengan perubahan.
Oleh karena itu, pembatasan usia dapat dipandang sebagai suatu cara untuk memberikan kesempatan kepada calon pemimpin yang lebih muda agar dapat menghadirkan ide-ide dan pendekatan baru yang lebih inovatif.
Ketiga, Pembatasan usia ini dapat dipandang sebagai sebuah
upaya untuk menciptakan peluang bagi para akademisi muda yang
memiliki potensi. Dalam konteks pendidikan tinggi, terdapat banyak
individu yang memiliki kapasitas besar namun belum mendapatkan
kesempatan untuk mengambil peran kepemimpinan.
Dengan menerapkan batasan usia bagi calon rektor, diharapkan lebih banyak akademisi muda yang berani untuk maju dan bersaing dalam meraih posisi puncak, sehingga perguruan tinggi dapat berkembang dengan mengadopsi ide-ide baru yang lebih relevan dengan dinamika zaman.
Namun, perlu dicatat bahwa usia bukanlah satu-satunya faktor
yang menentukan keberhasilan dalam memimpin suatu perguruan tinggi.
Pengalaman, visi, serta kemampuan dalam mengelola institusi
merupakan aspek-aspek yang lebih krusial. Oleh karena itu, meskipun
terdapat batasan usia, kriteria-kriteria lain juga harus diperhatikan agar
perguruan tinggi dapat memperoleh pemimpin yang terbaik.
Harapannya agar universitas-universitas di Indonesia, dalam proses penjaringan calon rektor, memberikan perhatian yang memadai terhadap Batasan usia mengenai persyaratan calon pemimpin Perguruan Tinggi Negeri (PTN), yang mengatur bahwa usia calon pemimpin tidak boleh melebihi 60 tahun pada saat berakhirnya masa jabatan pemimpin yang sedang menjabat.
Batasan usia ini sangat penting untuk memastikan bahwa calon rektor memiliki energi dan kapasitas fisik yang memadai untuk memimpin universitas secara efektif dalam jangka waktu yang cukup. Selain itu, dengan mempertimbangkan usia calon, diharapkan proses seleksi dapat membuka peluang bagi generasi pemimpin yang lebih muda dan bersemangat, yang memiliki wawasan baru dan inovasi untuk mendorong kemajuan universitas serta menjaga kontinuitas kepemimpinan yang sehat dan berkelanjutan demi perkembangan pendidikan di Indonesia.
Sebagai contoh, Universitas Mataram, yang merupakan salah satu kampus terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat, perlu memastikan bahwa penjaringan calon rektor dilakukan sesuai dengan seluruh persyaratan yang berlaku, termasuk Pasal 4 huruf a sampai dengan huruf n Permen Ristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 dan Statuta Universitas Mataram yang mengatur bahwa calon pemimpin PTN harus berusia maksimum 60 tahun pada saat berakhirnya masa jabatan rektor yang sedang bertugas. Batasan usia ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa rektor yang terpilih memiliki fisik dan energi yang cukup untuk melaksanakan tugasnya secara optimal selama masa jabatannya, serta mampu merencanakan dan mengimplementasikan program jangka panjang dengan efektif. Selain itu, dengan mempertimbangkan usia,
diharapkan akan tercipta kontinuitas kepemimpinan yang dapat
memberikan manfaat maksimal bagi perkembangan Universitas Mataram
dalam waktu yang terukur dan memberikan kontribusi signifikan bagi kemajuan daerah serta bangsa.
Koordinator AIDA (Aliansi Indonesia Damai) NTB