Terjemahan

AmpenanNews, Jakarta – Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB H Ahsanul Khalik menghadiri workshop, Strengthening National Natural Disaster Preparedness : Perspectives from Local Governments di Jakarta, Selasa (10/9). Acara ini menghadirkan beberapa Kepala Pelaksana BPBD dengan daerah rawan gempa.

Acara diskusi yang digagas oleh Centre For Strategic and International Studies berlangsung hangat. Silih berganti Kepala Pelaksana BPBD dari berbagai provinsi memaparkan kondisi. Termasuk Kepala Pelaksana BPBD Palu dan NTB.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB H Ahsanul Khalik memaparkan, soal gempa bumi di Pulau Lombok dan Sumbawa banyak hal yang dipelajari. Diantaranya, sistem komando kebencanaan harus jelas. NTB sejak ratusan lalu dikenal sebagai daerah rawan gempa.

Baca Juga :  Nusa Tenggara Barat Dibangun di Atas Kebaragaman

“Pada Tahun 1856 gempa, 1815 Gunung Tambora memunsnahkan peradapan di NTB. Sejarah ini berulang selalu dilupakan masyarakat,” kata Khalik.

“Literasi menjadi penting. Saat terjadi tahun 1978 dan 2018 begitu mudah dilupakan,” sambungnya.

Mantan Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB ini menyebut, semua daerah mengalokasikan APBD untuk bencana kecil. Dari 14 bencana, ada 11 di NTB. Anggaran kebencanaan hanya 0,02 persen. Perlu dipikirkan kebijakan politik dari pusat di APBD atau di APBN.

“Bisa 2 persen atau berapa, perlu ditingkatkan,” ujarnya.

Hal lain, kata Khalik, setiap terjadi bencana ada kebingungan soal distribusi logistik bagi para penyintas. Hingga ada media yang menyampaikan informasi berseberangan. Seperti saat korban gempa makan daun turi ditulis makan rumput.

Baca Juga :  Korem 162/WB Latih Kesiapan Prajurit Menghadapi Bencana Alam

“Akhirnya ramai. Petugas itu padahal menyisir sampai diatas gunung, saat kejadian stok kebutuhan memang tak ada,” bebernya.

Lebih lanjut, penguatan penanggulangan bencana di daerah, pola vertikal khusus provinsi atau penguatan SDM di BPBD harus dipikirkan dengan baik.

“Bapak-bapak yang hadir tentu tahu, di BPBD itu dianggap buangan itu terjadi pula di daerah lain. Lalu bagaimana bisa bekerja optimal,” jelasnya.

Khalik mengakui, pendekatan kebencanaan tak hanya bisa dilakukan pemerintah. Perlu pula membangun komunitas dengan pendekatan kearifan lokal. Menjadi komunitas tangguh bencana. Di NTB ada masyarakat adat yang tak terpengaruh dengan gempa.

“Rumah adat tak rusak dan mereka bisa mitigasi sendiri. Ke depan komunitas ini harus digerakkan,” urainya.

Baca Juga :  Hadiri Acara Pelantikan Pengurus Syarikat Islam NTB

Berkaca dari sejumlah bencana, Khalik menambahkan, perlu ada statistik kebencanaan. Ini untuk mengetahui data pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana. Di NTB saat ini sedang mencoba membangun satu data kebencanaan belajar dari data 2018. Hal lain, dengan pendekatan agama dan budaya dilakukan pemerintah. Dengan agama ada brosur khutbah Jumat yang disebar ke masjid-masjid.

“Termasuk penguatan tokoh agama. Peran ini dilakukan oleh NGO, pusat perlu berikan regulasi,” tandasnya.

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
terbaru
terlama terbanyak disukai
Inline Feedbacks
View all comments