Jurang Ketidakadilan Sosial di Lombok Timur Kian Terbuka
Terjemahan

Anews. ‎Alih-alih menghadirkan kelegaan di tengah tekanan ekonomi yang menghimpit, program bantuan pangan pemerintah berupa 20 kilogram beras untuk warga miskin justru memicu luka sosial baru di Kabupaten Lombok Timur. Di berbagai desa dan kecamatan, suara-suara kecewa terus bermunculan, memperlihatkan rapuhnya sistem pendataan dan distribusi bantuan sosial yang semestinya menjadi penyambung hidup bagi masyarakat paling rentan.

‎Di Kecamatan Labuhan Haji, Sukini (40), seorang ibu rumah tangga yang selama ini tercatat sebagai warga tidak mampu, merasa dikecewakan. Bantuan beras dari pemerintah yang ia harapkan tak kunjung datang.

“Saya heran dengan program pemerintah hari ini. Bantuan beras itu sebenarnya untuk siapa? Banyak warga miskin seperti saya malah tidak kebagian. Yang punya usaha dan dianggap mampu malah dapat bantuan ini,” ujarnya getir.

‎Keluhan Sukini bukanlah satu-satunya. Dari ujung barat hingga timur Lombok Timur, warga melaporkan masalah serupa data penerima bantuan dinilai tidak akurat, distribusi tidak transparan, dan pengawasan nyaris tidak ada. Di banyak desa, program ini kini dianggap sebagai simbol dari lemahnya sistem pendataan sosial pemerintah.

‎Data Resmi Tak Sejalan dengan Fakta Lapangan

‎Dinas Ketahanan Pangan Lombok Timur sebelumnya menyebut bahwa program ini menyasar 129.438 Keluarga Penerima Manfaat (KPM), masing-masing menerima 20 kilogram beras. Namun realitas di lapangan jauh dari klaim tersebut. Banyak warga miskin tidak masuk dalam daftar, sementara keluarga yang tergolong mampu justru terdata sebagai penerima.

‎“Kalau dilakukan verifikasi ulang, saya yakin banyak penyimpangan akan terkuak. Ini bukan sekadar soal beras, tapi soal keadilan,” ungkap seorang tokoh masyarakat yang meminta namanya dirahasiakan.

‎Program yang awalnya dimaksudkan untuk meredam inflasi dan menjamin akses bahan pokok justru memperlihatkan cacat sistemik, mulai dari pendataan yang tak transparan hingga pelibatan pemerintah desa yang minim bahkan nyaris diabaikan.

‎Pemerintah Desa Tak Dilibatkan, Tapi Jadi Kambing Hitam

‎Di banyak lokasi, kepala desa menjadi sasaran kemarahan warga akibat bantuan yang tak tepat sasaran. Ironisnya, sebagian besar dari mereka mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses verifikasi data maupun distribusi bantuan meskipun penyalurannya di lakukan di kantor desa.

“Kami di desa baru dikasih tahu saat bantuan ini datang. Data penerima pun diberikan saat itu juga oleh petugas dari pemerintah. sehingga kami tidak bisa berbuat banyak dengan data-data instan yang disuguhkan oleh pemerintah tersebut, karena untuk memverifikasinya tentu membutuhkan waktu, namun saat ada masalah yang disalahkan tetap kami, andai saja pemerintah mempercayai kami melakukan pendataan mungkin bantuan akan lebih tepat sasaran,” ujar Pahminuddin, Kepala Desa Labuhan Haji, pada media Minggu 27 Juli 2025.

‎Ia bahkan berencana akan memanggil tim penyalur bantuan beras 20 kg ke masyarakat tersebut guna mengklarifikasi daftar penerima yang banyak dipertanyakan warganya.

‎Kondisi ini memperlihatkan ketimpangan dalam tata kelola program bantuan. Lapisan pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat tidak diberi kewenangan, namun tetap harus menanggung konsekuensi sosial dari kebijakan pusat yang tidak akurat.

‎Bupati Tegas, Tapi Rakyat Ingin Bukti

‎Bupati Lombok Timur, H. Haerul Warisin, sebelumnya sudah mengeluarkan peringatan tegas agar kepala desa ikut mengawasi penyaluran bantuan.

“Jangan sampai pihak-pihak yang seharusnya menerima tidak menerima, atau mungkin ada pungutan-pungutan. Jangan sampai ada perlakuan yang tidak benar,” ujarnya saat peluncuran program.

Namun, pernyataan tersebut belum cukup bagi warga yang merasa dilupakan. Mereka menuntut verifikasi ulang daftar penerima serta pelibatan masyarakat sipil dalam pengawasan langsung agar bantuan benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan. Apabila data hari ini dijadikan sebagai rujukan pembaruan data untuk program-program sosial selanjutnya oleh pemerintah maka dipastikan akan terus terjadi kesenjangan diantara masyarakat tidak mampu di Kabupaten Lombok Timur.

‎Bulog: “Kami Hanya Menyalurkan, Data dari Kemensos”

Sementara itu, Kepala Cabang Bulog yang bertanggung jawab atas pendistribusian beras 20 kg ke KPM. kepada media menyatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan perintah berdasarkan data dari Kementerian Sosial.

“Begitu data dari Kemensos masuk ke kami melalui sistem dan diberitakan untuk mendistribusi ke KPM, kami langsung distribusikan, Soal akurasi datanya, itu di luar wewenang kami,” jelas Supermansyah, saat dikonfirmasi media via telpon, Sabtu 26 Juli 2205

Pernyataan ini kembali menegaskan betapa terfragmentasinya tanggung jawab dalam pelaksanaan program sosial pemerintah. Satu lembaga pegang data, lembaga lain menyalurkan, sementara masyarakat tidak diberi ruang untuk ikut mengontrol prosesnya.

‎Catatan Redaksi: Bantuan Sosial Butuh Ketepatan, Bukan Sekadar Seremonial.

Cerita Sukini dan ribuan warga miskin lainnya di Lombok Timur adalah cermin dari krisis yang lebih besar kegagalan negara dalam membangun sistem bantuan yang adil, akurat, dan berpihak pada rakyat kecil.

‎Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin melindungi warga dari tekanan ekonomi yang makin menggencet, maka hal pertama yang harus dibenahi adalah data. Tanpa basis data yang valid dan mekanisme pengawasan yang inklusif, program sosial hanya akan menjadi proyek simbolik jauh dari esensi keadilan sosial yang selama ini dikumandangkan.

Bantuan pangan seharusnya menjadi jaring pengaman, bukan pemicu kecemburuan sosial dan konflik antar warga.

Baca Juga :  Pemkab Lotim dan Bank NTB Syariah Gelar Bimtek SP2D Online Tingkatkan Tata Kelola Keuangan Daerah

 

Subscribe
Notify of
guest

1 Komentar
terbaru
terlama terbanyak disukai
Inline Feedbacks
View all comments
Ochhii
Ochhii
3 bulan lalu

Di desa saya yang ada di kecamatan Wanasaba juga ada yg protes Krna yg mampu dapat dan yang gak mampu malah gak dapat. Bapak Kadus yang tidak tau apa apa jadi bahan tudingan akhirnya. Tapi, kalau pun pihak desa di libatkan, tidak jarang pihak desa banyak yg mendahulukan anggota keluarganya saja yang dapat. Jadi, mau adanya pem valid an data atau tidak ruang ke TDK adilan itu sebenarnya ttp ada. Minim nya kejujuran, dan didikan pemerintah yang menjadikan rakyat penuh pengharapan akan bantuan instan, mungkin bisa jadi pemicunya. Andaikan saja dana utk bantuan tsb di gunakan utk pemberdayaan masyarakat yg… Selengkapnya »

Last edited 3 bulan lalu by Ochhii