Siaran Pers Pemerintah dan Era Corporate Journalism Oleh : Jamie D (Penulis adalah pemerhati media)
Terjemahan

Awal tahun 2000, PT Newmont Nusatenggara bersiap melakukan operasi penambangan di Batu Hijau Sumbawa. Ribuan lowongan pekerjaan dibuka untuk umum dengan rekrutmen yang masif dalam beberapa bulan.

Salah satu lowongan “pekerjaan tambang” tersebut adalah public relations atau kehumasan. Jenis pekerjaannya sendiri banyak dengan istilah masing masing sesuai kebutuhan dan seingat saya, waktu itu, media sosial belum lah menjadi wahana orang bertukar informasi apalagi mempublikasi sesuatu untuk saling berkomunikasi.

Perusahaan multinasional seperti Newmont dengan segenap sumberdaya nya langsung menguasai publik dengan piranti publikasi mewah mulai dari video yang digarap semi sinema sampai brosur, majalah bahkan buku dengan strategi narasi komunikasi yang jauh melampaui media massa saat itu bahkan secara nasional.
Bahkan saat melihat salah satu flyer tentang lowongan pekerjaan kehumasan itu, studio dan kantor humas yang lebih menyerupai stasiun televisi atau kantor berita besar itu memicu imajinasi tentang sebuah pekerjaan profesional yang menjanjikan finansial bahkan karir karena kemitraan yang hampir bersentuhan dengan seluruh pemangku kebijakan negara.

Saya sendiri tak lolos dalam rekrutmen masal itu bersama ribuan orang lain yang mengantri di salah satu tempat di Mataram yang digunakan perusahaan melakukan rekrutmen. Meskipun beberapa bulan setelah itu, saya yang saat itu masih bekerja di sebuah perusahaan media suratkabar lokal akhirnya sering mengunjungi site (tempat) dalam foto foto yang dulu hanya bisa dilihat di brosur brosur rekrutmen sebagai bagian dari strategi komunikasi perusahaan untuk publik. Tak hanya soal penyebarluasan informasi tapi mengajak orang banyak untuk terlibat atau setidaknya merasa menjadi bagian dari penggalian emas di tanah mereka sendiri yang keuntungannya sangat mungkin dinikmati bahkan oleh mereka yang tak pernah memegang perhiasan emas sekalipun.

Baca Juga :  DPP ASLI Hadiri Dialog Pembauran Kebangsaan Kota Makassar

Dan berhasil. Mungkin tak sepenuhnya strategi komunikasi itu datang dari petinggi petinggi komunikasi di perusahaan itu. Pola partnership dengan media media lokal untuk menggali nilai kedekatan dengan masyarakat dijembatani dengan program program spesial kehumasan agar sinkron dengan visi misi perusahaan sampai memetakan potensi terganggunya operasional oleh masyarakat atau pihak lain.

Sejak dikenalkannya strategi corporate journalism di tahun tahun itu pula, maka perusahaan perusahaan raksasa berhasil “mengambil hati” publik yang dalam prakteknya sering pula menitip pesan tersembunyi dibalik pendekatan kebenaran jurnalistik.
Namun apapun itu, strategi semacam corporate journalism nyatanya berhasil menggugah orang karena “melibatkan” mereka dalam setiap kebijakan perusahaan.

Pada saat yang sama, humas pemerintah seringkali cenderung seolah membela kepentingan masyarakat dengan kebijakan kebijakan pemerintah lokal terkait tambang hanya di level pernyataan dan kegiatan seremonial yang terkait high level meeting tanpa pernah mengkonter isu di level bawah seperti yang dilakukan perusahaan dengan jejaringnya.

Baca Juga :  Gili Goleng Akan Menggoda Para Traveller Ke Desa Batu Putih Sekotong

Tentu saja ini tak sekadar soal sumberdaya anggaran meski dana CSR juga dimanfaatkan pemerintah untuk mendanai publikasinya.

Tapi ini soal strategi komunikasi yang sejak lama, humas pemerintah terlanjur terbiasa dengan strategi melayani kepentingan pimpinan bahkan dalam hal remeh temeh seperti menghadiri wisuda atau pengajian umum yang sangat sedikit mewakili keadaan masyarakat secara umum. Atau lebih suka merilis audiensi yang isinya hanya tentang tokoh tertentu atau kelompok yang ingin mengundang pimpinan daerah ke acara mereka.

Ironisnya, urusan strategi komunikasi semacam itu belum lagi selesai, humas pemerintah yang belum pula move in dari situasi lama harus dengan tergopoh gopoh mengejar digitalisasi dengan pemahaman sebuah perangkat lunak yang dibranding bisa mempercepat bahkan mengatasi gap komunikasi dan informasi pelayanan publik.
Padahal era media sosial yang datang tanpa diminta belum lagi sanggup menguasai logika algoritma atau strategi informasi yang ingin disebarluaskan dalam konten konten mereka.

Baca Juga :  Virus Corona dan Pengaruh yang Ditimbulkan dalam Dunia Pendidikan

Di waktu yang tak terlalu jauh dari hari ini, seorang pejabat pemerintah bahkan pernah berkata pada saya, “kita tak perlu hadir di medsos karena media itu sudah kacau balau”, katanya dengan nada mengandung kebenaran sejati.

Saya hanya khawatir saja ketika seorang teman dengan nada sarkastik berkata, ” humas pemerintah itu seperti orang sedang masturbasi. dia menghayal sendiri tentang keindahan tujuannya lalu puas sendiri”, ucapnya.

Tentu saja ini soal serius bukan sekadar soal tak memenuhi standar kerja bos di kantor tapi mengupayakan semua orang merasa menjadi bagian penting dari membangun daerah.

 

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
terbaru
terlama terbanyak disukai
Inline Feedbacks
View all comments