47 Ribu Rumah Tak Layak di Lombok Timur: Janji Tinggal Janji, Anggaran Hanya Sentuh 34 Unit ?
Terjemahan

Anews. Ironi hunian layak masih menjadi potret suram pembangunan di Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Di tengah geliat infrastruktur yang terus didorong pemerintah daerah, ribuan warga masih tinggal di rumah semi permanen yang jauh dari kata layak huni.

‎Data terbaru dari Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Lotim menyebutkan, terdapat lebih dari 47.000 rumah tidak layak huni (RTLH) yang tersebar di seluruh desa. Namun dari jumlah tersebut, baru 27.481 unit yang diusulkan ke pemerintah pusat untuk mendapat bantuan melalui skema Dana Alokasi Khusus (DAK).

‎“Data by name by address RTLH yang kita usulkan ke pusat tahun 2025 ini sebanyak 27.481 unit. Sekarang ini kita sedang melakukan pendataan ulang di semua desa di Lombok Timur untuk memastikan jumlah pastinya,” ujar Kepala Dinas Perkim Lotim, Mudahan, S.T, kepada media beberapa hari lalu.

‎Namun sampai dengan saat ini usulan itu belum membuahkan hasil konkret. Hingga kini belum ada kepastian kapan bantuan dari pusat akan terealisasi. Sementara itu, pada tingkat lokal, realisasi program perbaikan RTLH yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) melalui mekanisme pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD hanya 34 unit rumah yang dialokasikan untuk tahun 2025.

“Program dari pusat sampai sekarang belum turun. Tapi kita tetap lakukan koordinasi dan terus telusuri data di desa-desa,” tambah Mudahan.

‎Namun kenyataannya setelah mendengar pernyataan dari kadis Perkim tersebut, publik tak lagi bisa menerima retorika koordinasi belaka. Sebab di saat yang sama, berbagai proyek infrastruktur lain terus berjalan, sementara rumah sebagai kebutuhan dasar malah luput dari prioritas.

‎Sejumlah aktivis dan pengamat kebijakan publik di NTB menilai bahwa persoalan RTLH di Lotim bukan sekadar soal data, melainkan soal political will. Ketergantungan mutlak terhadap pendanaan pusat menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam menempatkan kebutuhan dasar masyarakat sebagai agenda utama.

“Ini bukan hanya soal data, tapi soal political will. Kalau Pemda serius, mereka bisa alokasikan anggaran lebih besar. Jangan semuanya diserahkan ke pusat,” ujar seorang aktivis perumahan rakyat NTB yang enggan disebut namanya.

‎Pengamat anggaran yang ada di daerah juga menyoroti lemahnya upaya penyusunan strategi pembiayaan jangka menengah. Tanpa roadmap yang jelas dan alokasi bertahap dari APBD, backlog RTLH sebesar 47 ribu unit akan tetap menjadi catatan buruk tahunan tanpa perubahan signifikan.

Baca Juga :  Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Lotim Mencatat 800 Ekor Hewan Kurban

‎”Jagan sampai  setiap musim hujan mereka harus bertahan di rumah yang bocor dan rapuh, tentu tak bisa menunggu lama. Dalam situasi ini, rumah bukan lagi sekadar bangunan fisik, tapi simbol ketimpangan pemerintah dalam menunaikan hak dasar warganya,” kata singkatnya

“Red” Pemerintah daerah perlu segera menuntaskan pendataan, memetakan kebutuhan riil per desa, dan mulai mengalokasikan anggaran secara progresif. Rumah layak huni bukan kemewahan ia adalah hak dasar warga yang dijamin konstitusi.

 

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
terbaru
terlama terbanyak disukai
Inline Feedbacks
View all comments