Terjemahan

Ampenan News. Penundaan Rapat Pembahasan pergantian nama Bandara International Lombok yang disingkat dengan BIL saat ini oleh Bakesbangpoldagri Provinsi NTB membawa membawa berbagai macam reaksi masyarakat lombok tengah.

Sedangkan saat ini gugatan para pemilik tanah masih berlangsung sampai saat ini bahkan salah satu petani Lalu Darmawangsa juga menyampaikan kalau tanah miliknya belum dibayar seluas 0.585 ha ( 5850 )m2. Kata beliau kalau masyarakat yang lain sudah menuntut melalui Pengadilan Negeri Praya yang dihadiri oleh Angkasa Pura, BPN, Pemda, dan bahkan KPK RI.

“Secara etika,tidak boleh siapapun yg memberi nama Bandara apa lagi mengganti namanya bandara ini selain Desa Penujak” Katanya.

” Kita ini sudah berkorban segalanya demi kesejahtraan UMAT. Namun Desa Penujak Legowo karna sudah di berikan nama BIL ( Bandara International Lombok) cukup sudah jangan ada xxxxx (ups sensor ) datang mau mengganti namanya, naif betul dia.” Katanya

Baca Juga :  Angka Pelanggaran Selama Operasi Patuh Gatarin 2020 Polda NTB Menurun

Sebelumnya Kepala Bakesbangpoldagri NTB memberikan penjelasan Drs. H. Lalu Syafi’i, MM. menyampaikan ke beberapa media, instansinya hanya bertugas memfasilitasi masyarakat untuk mencari jalan keluar atas rencana pergantian nama bandara itu. Dimana yang akan menentukan apakah nama bandara akan diganti atau tidak, adalah para tokoh yang akan berdiskuai dalam pertemuan nantinya.

“Kalau dalam pertemuan nanti tidak ada yang sepakat, jelas Bakesbangpoldagri akan membuat notulen rapat, kemudian disampaikan ke pimpinan daerah, diteruskan ke Kemenhub,” katanya.

Yang jelas, lanjut H. L. Syafi’i, Bakesbangpoldagri tidak berani memaksakan apa yang diinginkan oleh masyarakat, terlebih semua itu demi keamanan dan ketertiban masyarakat.

Karena kalau mengacu pada isi SK itu, pemerintah daerah diberikan kesempatan selama enam bulan pasca diterbitkan SK, untuk rembuk di tataran masyarakat.

Baca Juga :  Kemenkum HAM Wujudkan Perdamaian Dua NW di NTB

Jika pihaknya tidak melaksanakan perintah SK tersebut sama saja dengan melanggar aturan. Sehingga mau tidak mau, pihaknya mengundang tokoh-tokoh dan unsur Forkompinda untuk mencari solusi.

“Jika pada rapat masyarakat menolak, maka itu yang akan kami sampaikan. Sebaliknya jika menerima juga akan disampaikan untuk ditindaklanjuti,” tandasnya.

Intinya, tegas H. L. Syafi’i, semuanya tergantung dari kesepakatan masyarakat, mana yang terbaik demi terlaksananya keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di NTB.

Untuk diketahui, sebelumnya banyak masyarakat Lombok Tengah menolak rencana pergantian nama bandara, dan langsung melakukan aksi penolakan ke DPRD PROVINSI NTB. AL007


Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments