Kemendiktisaintek Diminta Tunda Pemilihan Rektor Unram dan Turun Audit Kepatuhan Administrasi
Terjemahan

Anews. Menjelang pemilihan Rektor Universitas Mataram (Unram), nama Prof. Hamsu Kadriyan mendadak terseret dalam kasus sanksi etik. Padahal, guru besar Fakultas Kedokteran itu mengaku tidak pernah merasa melakukan pelanggaran etik seperti yang dituduhkan.

Dr Ainuddin sebagai Kuasa Hukum menilai sanksi tersebut merupakan upaya sistematis untuk menjegal langkah Prof. Hamsu yang disebut-sebut sebagai salah satu kandidat terkuat calon rektor Unram.

“ Kami melihat ada indikasi upaya penjegalan oleh rektor terhadap Prof. Hamsu. Rektor sudah keluar dari koridor hukum administrasi yang seharusnya dijalankan dengan baik dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik,” ujar Ainuddin didampingi Michael Ansori dan Aditiya Saputra, Kamis (16/10).

Kemudian menurut Ainudin, tindakan rektor bertentangan dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, kepastian hukum, dan nondiskriminasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam tata kelola universitas. Ia menyebut ada tekanan langsung yang diterima Prof. Hamsu agar tidak mencalonkan diri.

Baca Juga :  Kepala BGN RI Lantik 23 Pejabat Eselon II: Dorong Optimalisasi Program Gizi Nasional

“ Rektor beberapa kali menelpon dan memanggil langsung Prof. Hamsu, menyampaikan secara pribadi agar tidak maju dalam pemilihan. Padahal mencalonkan diri adalah hak setiap dosen, hal yang lumrah dalam kompetisi akademik,” katanya.

Untuk persoalan ini, mulai mencuat ketika nama Prof. Hamsu tiba-tiba tidak tercantum dalam daftar anggota senat universitas yang dilantik pada 7 Oktober 2025. Padahal, ia merupakan satu-satunya guru besar di Fakultas Kedokteran yang telah resmi diusulkan oleh Dekan menjadi anggota senat.

“ Tanpa ada berita acara penolakan atau pemberitahuan administratif, tiba-tiba nama klien kami hilang dari daftar senat. Ironisnya, sebelum pelantikan, Prof. Hamsu ditelepon dan diberitahu bahwa ia punya putusan etik. Putusan itu ternyata ditandatangani 3 Oktober 2025 dan baru diberikan lewat satpam pada Rabu (15/10) pagi,” ungkap Ainudin.

Segingga Tim kuasa hukum menilai langkah itu bagian dari skenario untuk menutup peluang Prof. Hamsu mengikuti proses pencalonan rektor. “Dari informasi yang kami terima, pemilihan rektor direncanakan pada 27 Oktober dan ditutup akhir bulan. Artinya, tenggat keberatan terhadap SK etik ini dibuat sedemikian rupa agar Prof. Hamsu tidak sempat membela diri,” katanya.

Baca Juga :  Kiprah Sekolah Perempuan Pelangi di Desa Sukadana, Provinsi NTB

Pada saat pihaknya meminta salinan SK sanksi etik, rektor disebut menjawab singkat, “Hanya saya dan Tuhan yang tahu.” Pernyataan ini, kata Ainudin, semakin memperkuat dugaan bahwa ada proses tidak transparan di balik penerbitan sanksi tersebut.

Ia juga mempertanyakan dasar hukum SK etik itu. “SK ini kan ditandatangani oleh Prof. Husni (mantan rektor Unram), padahal Prof. Hamsu hanya menandatangani berkas DUPAK (Daftar Usul Penetapan Angka Kredit) untuk keperluan jabatan fungsional. Prof Husni ini tidak pernah diperiksa, tidak ada proses etik yang dijalani. Kami menilai ini diskriminatif,” tegasnya.

Sedangkan Satuan Pengawas Internal (SPI) disebut menggunakan pasal pidana 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dalam surat panggilan pemeriksaan. “Ini sangat keliru. Masalah ini murni administratif, bukan pidana. Pendekatan seperti itu tidak semestinya dilakukan di lingkungan akademik,” ujar Ainudin.

Baca Juga :  Pendamping Psikologi Anak Anak Korban Banjir Desa Obel Obel

Dalam menyikapi persoalan ini, pihak Prof. Hamsu telah melayangkan surat keberatan kepada rektorat pada 10 dan 13 Oktober, sekaligus meminta salinan SK sanksi etik dan SK senat yang tidak kunjung diberikan. Mereka juga telah mengadu ke Ombudsman RI untuk meminta klarifikasi serta mendesak Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) melakukan audit kepatuhan administrasi di Unram.

“ Kami menolak segala bentuk ketidakadilan. Kami menuntut asas keadilan, transparansi, dan kepastian hukum ditegakkan. Jangan sampai hak konstitusional Prof. Hamsu sebagai warga akademik dibungkam hanya karena politik kampus,” kata Ainudin.

Sementara, Rektor Unram Prof Bambang Hari Kusumo sedang dalam upaya konfirmasi mengenai sanksi etik yang dijatuhi kepada Prof. Hamsu.

 

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
terbaru
terlama terbanyak disukai
Inline Feedbacks
View all comments