Anews. Ketua Umum Serikat Nelayan Independen (SNI) NTB, Hasan Gauk, menyoroti sulitnya para nelayan memperoleh Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Lotim. Banyak nelayan, kata dia, diisukan ditolak membeli BBM bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) meski sudah memiliki kartu nelayan.
“Banyak yang ditolak mentah-mentah menurut isu yang beredar di masyarakat nelayan. Padahal mereka punya kartu nelayan yang seharusnya bisa menjadi akses utama untuk mendapatkan BBM subsidi,” ujar Hasan kepada media, Kamis, 13 November 2025.
Menurut Hasan, ketersediaan BBM di dua SPBN yang beroperasi di Lombok Timur saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan nelayan. Akibatnya, banyak nelayan terpaksa berhenti melaut karena kesulitan mendapatkan bahan bakar untuk kapal mereka.
“Ironisnya, kartu nelayan yang mereka miliki seolah kehilangan fungsi. Tidak menjamin kemudahan memperoleh BBM di SPBN,” kata Hasan.
Selain persoalan ketersediaan, Hasan juga menyoroti dugaan rumitnya proses perizinan di Syahbandar Kayangan, yang dinilai terlalu jauh dan berbelit. “Perizinan yang panjang membuat banyak nelayan enggan mengurusnya. Bahkan muncul dugaan ada permainan dalam proses tersebut,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan adanya ketimpangan distribusi di lapangan. Menurutnya, sejumlah pihak non-nelayan justru bebas membeli BBM di SPBN hanya dengan menunjukkan barcode, bahkan disertai dugaan pungutan liar. “Ini menimbulkan ketimpangan dan dugaan penyalahgunaan distribusi subsidi,” kata Hasan.
Hasan mendesak pemerintah daerah dan pihak terkait segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi BBM bersubsidi, termasuk perizinan dan pengawasan di SPBN. “Kalau situasi ini dibiarkan, bukan hanya produktivitas yang turun, tapi juga ketahanan ekonomi masyarakat pesisir akan terancam,” ucapnya.
Menanggapi keluhan para nelayan soal sulitnya memperoleh Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, Direktur PT Energi Selaparang, Joyo Supeno, selaku pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Lombok Timur, menegaskan bahwa seluruh pelayanan BBM di SPBN telah mengikuti aturan yang berlaku.
Menurut Joyo, setiap pembelian BBM bersubsidi kini wajib menggunakan rekomendasi atau barcode resmi dari pihak berwenang. Ketentuan itu berlaku untuk seluruh jenis BBM bersubsidi, termasuk biosolar.
“Siapa pun itu, baik nelayan atau bukan, kalau tidak bisa menunjukkan rekomendasi atau barcode, kami tidak bisa layani, meskipun dia punya kartu nelayan,” ujar Joyo saat dikonfirmasi, Rabu 14,November 2025.
Ia menjelaskan, kartu nelayan tidak otomatis menjamin akses pembelian BBM bersubsidi tanpa dokumen pendukung lain seperti pas kecil atau pas besar kapal. “Kalau dia punya pas kecil, pas besar, lalu tidak dilayani, itu baru jadi masalah. Tapi sepanjang lengkap dan punya barcode, wajib bagi kami untuk melayani. Karena di barcode itu sudah tercantum jatah masing-masing nelayan,” katanya.
Menurut Joyo, isu penolakan nelayan kemungkinan muncul karena banyak di antara mereka belum memenuhi syarat untuk memperoleh rekomendasi BBM subsidi tersebut. “Bisa jadi yang merasa ditolak itu sebenarnya belum punya rekomendasi atau barcode,” ujarnya.
Selain faktor administrasi, Joyo mengungkapkan kuota BBM SPBN dari Pertamina ke Lombok Timur berkurang. Sehingga itu berdampak pada terbatasnya stok di SPBN, terutama untuk jenis Pertalite.
“Memang ada pengurangan kuota, jadi pelayanan kami terbatas. Bukan tidak bisa melayani, tapi stok yang ada dibatasi, untuk SPBN 5883602 Labuhan Haji BBM pertalite 112 KL turun ke 72 KL sedangkan untuk SPBN 5883601 tanjung luar BBM Biosolar dari 72 KL turun ke 43 KL” ujarnya.
Ia juga menjelaskan kondisi di wilayah Tanjung Luar, di mana SPBN setempat belum bisa menebus BBM subsidi jenis pertalite dari Pertamina karena belum memenuhi syarat minimum rekomendasi. “Kami butuh minimal 50 rekomendasi untuk bisa menebus sekitar 16 kiloliter BBM. Saat ini baru sekitar 10–15 persen nelayan di Tanjung Luar yang punya rekomendasi atau pas kecil,” kata Joyo.
Untuk menebus BBM dari Pertamina, lanjutnya, SPBN harus membawa daftar nelayan penerima yang disertai rekomendasi resmi. “Setiap rekomendasi itulah yang bisa kami tebus di Pertamina. BBM-nya hanya untuk mereka yang punya rekomendasi, tidak bisa diberikan ke yang tidak memiliki barcode,” jelasnya.
Saat ini, kata dia, PT Energi Selaparang memusatkan penyaluran BBM nelayan di SPBN Labuhan Haji, karena wilayah itu memiliki jumlah rekomendasi yang mencukupi untuk penebusan ke Pertamina. “Kalau di Tanjung Luar, sebagian besar nelayan masih dalam proses pembuatan pas kecil dan rekomendasi. Kami sudah koordinasi dengan desa, semoga minggu depan sekitar 50 rekomendasi baru bisa diterbitkan,” ujar Joyo.
Ia juga mengakui adanya laporan soal dugaan percaloan atas keterlambatan proses administrasi di Syahbandar, yang membuat banyak nelayan tanjung luar belum memiliki dokumen lengkap. “Silakan itu dipertajam, karena memang ada kendala di situ. Tapi kami pastikan, selama syarat terpenuhi, BBM subsidi wajib kami salurkan kepada nelayan,” tuturnya.
