Dampak Pengelolaan LNG Nasional yang Ore Gade
DR. Kurtubi
Terjemahan

Dampak pengelolaa LNG nasional yang ore gade (semrawut) dimulai pada saat Kasus pembelian LNG yg terjadi di era Dirut PERTAMINA Ibu Karen, dinilai bermasalah. Kasusnya sedang ditangani KPK. Tidak/belum dijelaskan Ibu Karen beli LNG dari mana dan utk apa LNG nya ? Apakah utk dipakai sendiri oleh Pertamina atau utk dijual ke pemakai LNG yg lain baik didalm negeri atau untuk tujuan di reexport ?.

Lalu Ahok ikut diperiksa, apakah terkait dg pembelian LNG semasa Bu Karen menjadi Dirut, padahal Ahok jadi Komut di era Dirutnya Bu Nicke sekarang ini.

Salah satu pencerminan pengelolaan LNG Nasional yg sebenarnya sudah lama simpang siur kacau balau ( = ORE GADE dalam bahasa Sasak di NTB).

Untuk diketahui bahwa di era sebelum UU No.8/1971 dicabut dan diganti dg UU Migas no.22/2001, KEWENANGAN untuk mengembangkan Cadangan Gas Besar Milk Negara yg ditemukan oleh Kontraktor PSC adalah PERTAMINA.

Dikembangkan untuk menjadi LNG dg membangun Pabrik LNG tanpa pakai dana APBN. Lalu mengoperasikan Pabrik LNG seperti di ARUN dan Badak. Kemudian MENJUAL LNG ke Jepang, Korea, Taiwan. Hasil penjualannya menjadi sumber pemasukan yang significant bagi Negara (APBN). Berjalan dengan baik sejak awal 1970an.

TETAPI setelah UU Migas No.22/2001 mencabut Kuasa Pertambangan (KP) dari PERTAMINA dan DIPINDAHKAN ke Pemerintah/ESDM yg sebenarnya TIDAK ELIGIBLE (tdk memenuhi syarat) utk memegang KP.

INILAH Awal yg menjadi PENYEBAB Hancurnya Industri Migas dan Hancurnya Industri LNG Nasional saat ini !!!. Karena KESIMPANGSIURAN dan KEKACAUAN (ORE GADE) dalam pengelolaan migas dan LNG Nasional.

Baca Juga :  Pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan NTB di Lantik Gubernur

Sistem yg diciptakan oleh UU Migas ini ruwet ribet tdk disukai iinvestor selain belasan pasalnya dicabut MK, termasuk membubarkan BP Migas yang diganti nama menjadi SKK Migas tetapi tetap sbg lembaga pemerintah yang menandatangani Kontrak ” B to G” dg investor yg melanggar Konstitusi.

Kemudian PERTAMINA diobrak abrik sebagai National Oil Company yg begerak secara TERINTEGRASI HULU HILIR Berskala Besar dlm Struktur NATURAL MONOPOLY sbg bentuk Perusahaan yang PALING EFFISIEN, sesuai dengan Theori Ilmu Ekonomi.

Mengalahkan effisiensi dari perusahaan dalam Pasar Persaingan Bebas. Dengan KP ditangan Pemerintah, Kewenangan membangun Pabrik LNG, mengoperasikan Pabrik LNG dan menjual LNG keluar negeri berpindah ketangan Pemerintah/ ESDM. PADAHAL ESDM sebagaimana Pemerintah diseluruh dunia, TIDAK ELIGIBLE untuk membangun Pabrik LNG, mengoperasikan pabrik LNG dan menjual LNG.

Sehingga HARUS menunjuk Pihak ketiga untuk mengembangkan cadangan BESAR MILIK NEGARA yg ditemukan oleh Kontraktor PSC yg berkontrak “B to B” dengan PERTAMINA.

TOLONG DICATAT Bahwa yg telah terbukti berhasil membangun Pabrik LNG tanpa pakai dana APBN dan sukses besar menjual LNG adalah PERTAMINA.

LNG dijual ke Jepang, Korea dan Taiwan dg FORMULA HARGA JUAL yg Win-Win, MENGUNTUNGKAN NEGARA.
Namun Setelah UU Migas yang disyahkan semasa Presiden Ibu Megawati dan Menteri ESDM Pak Purnomo Yusgiantoro, Pemerintah dalam mengembangkan cadangan gas besar harus MENUNJUK PIHAK KETIGA !!!. Contoh , cadangan gas besar di Maluku Tenggara diserahkan kepada Perusahaan INPEX. Cadangan gas besar di Papua diserahkan kpd British Petroleum (BP).

Baca Juga :  Satu Tahun Membangun Kebersamaan Untuk NTB Gemilang

Apa HASILNYA ?.
Rakyat sudah tahu :

1). Pabrik LNG Masela di Maluku setelah belasan tahun dibangun hingga hari ini belum selesai. Sampai sampai Pertamina saking butuhnya LNG, akhirnya berikhtiar untuk MEMBELI LNG dari Mozambiq dengan menggunakan Kontrak Jangka panjang pada saat Dirutnya Ibu Karen.

Beberapa tahun kemudian DIBATALKAN secara SEPIHAK oleh Pertamina dibawah Dirut Ibu Nicke, dimana belakangan menjadi masalah karena harus bayar denda.

2). Pabrik LNG Tangguh di Papua yang dibangun oleh BP sudah selesai, namun LNG nya DIJUAL MURAH ke Fujian China. Karena menggunakan Formula Harga Jual yang SALAH untuk Kontrak Jual Beli Jangka Panjang. ( note, Formula dg menggunakan model Regresi yg sangat sederhana, Y = a + bX ; dimana Y adalah harga jual LNG ke Fujian, X adalah harga Crude oil dengan constraint X yg harus lebih kecil atau sama dengan $38/ bbls.

Pada saat kontrak ditandatangani X = $17/bbls. Dalam Theori Ekonomi Energi yang paling primitif, dalam jangka panjang harga migas harus naik setiap tahun minimal sebesar tingkat suku bunga.

Agar pemilik SDA yg non renewable ini tidak dirugikan kapanpun dijual. Studi studi Petroleum Econometric Modeling menunjukkan bahwa antara minyak dan Gas terbukti Ber-Cointegrasi dalam jangka panjang.

Dlm jangka pendek bisa saja harga minyak dan gas turun sehingga terjadi “buyer market” tetapi keseimbangan baru pasti akan terjadi dengan naiknya demand atau supply yg menurun.

Baca Juga :  Mendagri, NTB Mampu Sukseskan Pilkada 2020

Artinya, harga Gas selalu berfluktuasi dan bercointegrasi mengikuti harga Crude. Sehingga Pemerintah yg MENYETUJUI Formula harga jual jangka panjang dimana constraint variable bebas (X) menggunakan harga crude oil yang SANGAT RENDAH hanya $38/bbl adalah merupakan langkah/ kebijakan yang salah.

Meskipun Kondisi pasar LNG waktu itu sedang “buyer market” yang bersifat sesaat, karena harga crude yang rendah untuk jangka pendek.

Kemudian harga crude pasti naik lagi. Fakta Statistik menunjukkan hal yg dama dengan Theori, dimana harga crude naik merayap sampai menembus diatas $100/bbls.

Setelah penjualan LNG Tangguh ke Fujian berjalan bertahun2 dengan harga super murah yg dinikmati oleh buyer di Fujian, kemudian harga crude naik merayap menembus $100/bbls.

Setelah didesak, akhirnya, pihak buyer SETUJU untuk mengoreksi Formula harga jual yg sangat merugikan Indonesia.

Pasalnya, LNG yang dibangun dan dijual oleh Pertamina ke Jepang Korea dsn Taiwan dihargai sekitar $14/ mmbtu sedangkan LNG Tangguh yg dijual ke Fujian dihargai pd level harga konstant selama bertahun tahun sekitar $4/mmbtu.

Saya tidak tahu apakah Penganugerahan Gelar Kehormatan berupa DOKTOR HONORIS CAUSA dari Normal Univetsity di Fujian ini ada kaitannya dengan Kontrak jual beli jangka panjang LNG Indonesia – Tiongkok yang terbukti sangat merugikan Indonesia.

Houston, 24 Juni 2022 (Dr Kurtubi, Alumnus Sekolah Pertanbangan Colorado, Institut Perminyakan Perancis dan Universitas Indonesia).

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments