Perpektif Sosiologi, Masalah Ketenagakerjaan Pemutusan Hubungan Kerja Perusahaan (PHK) di Indonesia
Terjemahan

.

Oleh Suandi (Mahasiswa Sosiologi Universitas Mataram)

Masalah sosial sering kali terjadi dalam masyarakat hususnya pada konteks masalah ketenagakerjaan di Indonesia masih perlu untuk diperhatikan lebih serius lagi.

Para buruh sering melakukan aksi pada setiap memperingati hari buruh untuk mendapatkan hak mereka. Dalam kajian sosiologi, dapat dianalisis menggunakan salah satu teori konflik yang dicetuskan oleh Karl Marx, yaitu teori pertentangan kelas sosial, dalam hal tersebut

Marx mengatakan bahwa adanya kelompok satu menguasai kelompok yang lain maka akan terjadi dominasi dan karena hal tersebut maka akan terjadi suatu perbedaan serta pertentangan yang akan menimbulkan suatu konflik sosial dalam masyarkat.

Seperti pada kasus ketenagakerjaan ini yang sering melakukan aksi demo, bahkan sering kali melakukan aksi yang tidak sesuai aturan sampai terjadi ricuh, tersebut membuktikan relevansi teori konflik dari Marx tersebut.

Kemudian dalam analisa teori konflik lain yaitu dari Thomas Hobe yang mengatakan semua makhluk hidup itu dibentuk untuk memenuhi egonya masing-masing, dengan kata lain manusia sangatlah egois.

Oleh sebab itu kepentingan yang ada pada diri seorang individu akan memunculkan suatu gesekan-gesekan baik secara vertikal maupun horizontal.

Terlihat dalam spesifikasi ketenagakerjaan disini seperti kasus Pemutusan Hubungan Kerja oleh pihak karyawan, kedua belah pihak memiliki kepentingan sendiri, misalnya karyawan yang membuthkan biaya hidup setiap harinya dari gaji yang didapat.

Baca Juga :  Asosiasi Media Siber Indonesia NTB Gelar " Cek Fakta "

Disini sang karyawan akan mencoba memenuhi kebutuhannya sendiri, bahkan yang lebih parah dari pihak perusahaan yang melakukan PHK karena beralasan untuk menjaga kestabilan perusahaan.

Tanpa memikirkan nasib karyawan yang di PHK, maka dalam kasus seperti ini tidak heran jika konflik sosial akan muncul sebagai akibat adanya PHK tersebut, seperti masalah berikut :

Problematika tenaga kerja di Indonesia memang begitu kompleks, banyak sekali hal-hal yang perlu menjadi perhatian kita semua agar masalah tersebut bisa dikupas dengan tuntas tentunya dengan aturan-aturan yang berlaku.

Problematika yang bisa kita angkat dalam hal ini adalah kasus PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau lembaga yang memiliki provit tersendiri yang dilatarbelakangi oleh banyak faktor entah itu faktor internal maupun eksternal perusahaan itu sendiri.

PHK sendiri tidak dapat dilakukan secara semena-mena oleh suatu perusahaan, dalam prosesnya harus ada diskusi dan kesepakatan oleh kedua belah pihak yaitu perusahaan dan pegawai yang akan di PHK.

Idealnya karyawan yang terkena PHK juga berhak mendapatkan uang pesangon sebagai bentuk penghargaan dan tanggung jawab perusahaan kepada karyawan yang di PHK.

Umumnya jika negara memiliki kestabilan ekonomi yang baik maka kasus-kasus seperti demikian tidak akan terjadi.

Namun terlepas dari hal tersebut tidak bisa kita pungkiri bahwa faktor yang krusial sehingga terjadinya hal tersebut adalah keadaan SDM kita yang memang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang ada akibat bonus demografi yang kita dapatkan dewasa ini.

Baca Juga :  Gubernur NTB, Organisasi Harus Selalu Beradaptasi dengan Era Baru

Sampai saat ini menurut data dari kementrian ketenagakerjaan RI mencatat sampai 567 ribu pekerja yang di PHK oleh perusahaannya akibat faktor eksternal yaitu Covid-19 beberapa waktu yang lalu.

Walaupun saat ini sudah mulai masa transisi kehidupan masyarakat yang baru, namun tetap saja ekonomi negara kita belum pulih sepenuhnya karena bukan hanya Indonesia saja yang terkena oleh dampak dari Pandemi Covid-19 ini, melainkan negara-negara yang lain diseluruh dunia pasti merasakan dampaknya dari semua aspek terutama yang paling dirasakan adalah aspek ekonomi dunia.

Banyak sekali lembaga-lembaga non-provit lain yang mengkaji akan problematika tersebut, namun masih banyak juga data-data yang disembunyikan oleh perusahaan-perusahaan tertentu hingga validasi data tersebut bisa dikatakan belum terlalu akurat.

Namun sudah cukup untuk menggambarkan keadaan yang terjadi dilapangan.

Dalam kajian kali ini, akan menarik bila dibahas tentang angka PHK di Indonesia sebelum dan sesudah terjadinya Pandemi ini berlangsung, dalam kajian ini akan ada substansi tentang dinamika angka PHK itu sendiri yang mugkin saja mengalami kenaikan ataupun penurunan sesuai dengan fakta yang terjadi dilapangan.

Akan menjadi menarik apalbila hal tersebut bisa kita bahas dari berbagai sudut pandang sosial, dimana dalam hal ini akan mengupas habis tentang problematika ketenagakerjaan tersebut menggunakan teori-teori sosial yang ada sesuai perspektif yang digunakan dalam memandang hal tersebut.

Baca Juga :  UPT LLK Selong, Tahun 2021 Raih Tambahan Anggaran Dari APBN

Diharapakan dari adanya informasi yang lengkap dari berbagai media massa dan media lainnya problematika ini bisa segera diselesaikan oleh pihak pemerintah dan masyarakat sendiri yang memiliki peran penting dalam menuntaskan problematika ini.

Kasus PHK memang sah dalam pandangan hukum, namun tidak sedikit juga perusahaan yang menyalahi aturan yaitu melakukan PHK sepihak, oleh sebab itu banyak buruh yang terkadang turun aksi kejalan untuk memerotes hal tersebut.

Terlepas dari semua itu jika ditelisik dari perspektif teori konflik Lewis A Coser, yang berpandangan bahwa konflik merupakan salah satu bentuk interaksi dan tidak perlu diingkari keberadaannya.

Coser berpendapat bahwa konflik juga memiliki segi yang positif dalam melukukan interaksi sosial, karena dalam proses konflik akan memunculkan suatu moment untuk berkomunikasi lebih intens dari biasanya, misalkan dicontohkan dalam kasus PHK ini, pihak karyawan, perusahaan, polisi, hingga pemerintah akan memiliki kesempatan untuk berdiskusi bersama dalam rangka pemecahan konflik tersebut.

Tidak dapat diingkari terkadang perusahaan melakukan PHK terhadap karyawannya, karena kebijakan dari pemerintah yang kurang tepat sehingga perusahaan melakukan PHK, dalam hal ini intensitas komunikasi akan lebih baik, dan dapat dibayangkan setelah selesai konflik tersebut maka akan muncul sesuatu yang dinamakan solidaritas sosial.

 

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments